MasarikuOnline.Com, Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan masyarakat membatasi penggunaan layanan keuangan buy now pay later alias playlater. Dampaknya bisa lebih mengerikan ketimbang pinjaman online alias pinjol.
Terlalu banyak utang lewat paylater, kata Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK), JK Friderica Widyasari Dewi, bisa sulit melamar kerja dan mengajukan kredit pemilikan rumah (KPR).
“Karena sudah tercatat di SLIK (Sistem Layanan Informasi Keuangan), mau ajukan utang untuk kredit rumah beneran, sudah enggak bisa. Mau lamar kerjaan, enggak bisa,” kata Friderica, dikutip Minggu (10/11/2024).
Dia mengatakan, OJk mencatat porsi utang masyarakat di paylater milik perbankan mencapai 0,26 persen, kemungkinan akan terus bertambah. Sementara, jumlah pengguna paylater di Indonesia saat ini, mencapai 20 juta orang.
Menurut Kiki, sapaan akrab Friderica Widyasari Dewi, pesatnya penggunaan paylater yang masuk layanan transaksi dengan berutang ini, di kalangan anak muda lewat internet, harus diawasi para orang tua. Karena dampaknya cukup dahsyat. “Anak muda ini harus kita selamatkan. Harus belajar keuangan,” kata Kiki.
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara mengatakan, masih banyak masyarakat yang belum memahami seluk beluk dan risiko paylater. Pengguna layanan tersebut juga beragam, dari kalangan atas hingga menengah ke bawah.
“Yang pendidikannya rendah, yang income-nya pas-pasan, mereka tidak paham. Masyarakat yang kelas atas saja juga belum tentu paham,” kata Mirza.
Mirza menyebutkan, modus layanan paylater yang ditawarkan perbankan dan perusahaan pembiayaan (multifinance) ke dalam penjualan sebuah produk. Untuk menarik konsumen, produk yang ditawarkan itu dapat dibayar dengan mencicil dalam jangka waktu tertentu.
Menurut Mirza, penawaran itu biasanya tidak disertai penjelasan lebih lanjut mengenai kewajiban dan risiko konsumen pengguna layanan pay later. Walhasil, jika tak mengikuti aturan main pay later atau tak mampu membayar, nama konsumen akan tecatat dalam SLIK.
“Kami sudah keluarkan regulasi (ke perbankan dan multi finance). Harus dijelaskan dengan transparan. Jangan pakai tulisan yang kecil-kecil. Karena setiap pinjaman pasti ada bunganya dan pengembaliannya,” imbuh Mirza.
Mirza mengimbau agar masyarakat mengedukasi diri dan mencari informasi sebelum membeli produk dengan layanan pay later. Ia menyebut sudah banyak multi finance ilegal yang diblokir lantaran terkait layanan paylater.
“Ribuan yang ilegal ini sudah ditutup, tapi muncul lagi. Karena server-nya di luar negeri,” pungkasnya. (**)