Komisi III DPRD Maluku Studi Banding Tentang perundungan HKI

oleh -1036 Dilihat

MASARIKU.COM, Komisi III DPRD Provinsi Maluku, Kamis (02/9/2021) mengunjungi Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementrian Hukum dan Hak Azasi Manusia (Kemenkumham). Kunjungan tersebut dilakukan dalam rangka studi banding mendapat masukan untuk pembobotan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) usul inisiatif Komisi III DPRD Maluku tentang perundungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI).

“Meskipun sejumlah produk peraturan perundang-undangan terkait HKI sudah cukup lama dikeluarkan oleh pemerintah, namun penjabarannya dalam Peraturan Daerah Provinsi Maluku ternyata belum ada. Karena itu, kami dari Komisi III DPRD Provinsi Maluku mulai menginisiasinya,” kata Wakil Ketua Komisi III DPRD Maluku, Hatta Hehanussa, SE, kepada hotfokus.com di Jakarta, Jumat (03/9/2021).

Ia mengungkapkan, dengan menggunakan hak Inisiatifnya, Komisi III telah menyampaikan usulan Ranperda Provinsi Maluku tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, yang kini prosesnya telah memasuki tahapan Pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi.

“Untuk maksud tersebut, maka kami melakukan kunjungan kerja Studi Perbandingan dengan Ditjen Kekayaan Intelektual pada Kemenkumham di Jakarta, untuk mendapatkan masukan dalam rangka Pembobotan Ranperda tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual,” jelas Hatta.

Pihaknya berharap, pertemuan tersebut juga memperjelas produk Peraturan Perundang-undangan Indonesia saat ini yang berkaitan dengan HKI dan implikasinya yang perlu diatur dalam peraturan daerah di tingkat Provinsi dan batasannya dengan yang nantinya diatur dengan peraturan daerah di tingkat Kabupaten/kota.

“Kita juga berharap dalam pertemuan ini bisa mengetahui dan memperjelas aspek-aspek utama apa saja dalam HKI yang perlu dipertegas dan lebih dielaborasi dalam peraturan daerah tingkat provinsi tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual sesuai Peraturan Perundang-undangan yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat,” tukasnya.

Komisi III DPRD Maluku juga ingin memperjelas konsep landasan filosofis, sosiologis dan yuridis dari Ranperda yang dirumuskan Komisi III tersebut, serta mengetahui sejauh mana rancangan peraturan daerah Provinsi Maluku yang telah dibuat, apakah sudah cukup atau masih perlu dielaborasi lagi.

“Hal ini penting agar bisa memenuhi kebutuhan peraturan daerah yang efektif dan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat. Kita juga berharap, dalam pertemuan ini bisa mendapatkan informasi dan data tambahan sebagai rujukan untuk penyempurnaan Ranperda dimaksud,” paparnya.

Hatta juga berharap, melalui kunjungan kerja studi perbandingan ini, Komisi III DPRD Provinsi Maluku akan mampu memboboti dan memantapkan konsep dari Rancangan Peraturan Daerah Usul inisiatifnya tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual agar lebih sinkron dan sinergis dengan Peraturan Perundang-undangan di atasnya yang menjadi payung.

“Dan semoga ini bisa mengatur perlindungan hak Kekayaan Intelektual di Maluku, sehingga ranperda ini siap untuk dilanjutkan dalam tahapan pembahasan berikutnya,” tukasnya.

Lebih jauh ia juga mengatakan, bahwa Perda PHKI tersebut sangat urgen untuk Maluku.
Karena sampai saat ini belum ada kebijakan Pemda secara terpadu untuk mengatur hal itu, sehingga menjadi pemicu tingginya kerugian material maupun in material dalam kreativitas menciptakan sebuah karya.

“Kita berharap Perda ini akan menjadi program potensi inelektual di daerah, mendorong pelaku usaha terutama UKM untuk bisa melakukan pendaftaran, komersial dan perlindungan terhadap produk. Dan hal ini bisa menjadi dasar untuk mamacu serta melindungi produk-produk lokal terutama Maluku yang banyak memiliki potensi kearipan lokal,” tutup kader Partai Gerindra ini.

Direktur Kerja Sama dan Pemberdayaan Kekayaan Intelektual Kemenkumham, Daulat P Silitonga, SH.,M.Hum, didampingi Direktur Merek dan Indikasi Geografis Kemenkumham, Nofli, S.Sos.,S.H.,M.Si yang menerima rombongan Komisi III DPRD Maluku mengungkapkan, bahwa produk peraturan perundang-undangan di Indonesia yang berlaku saat ini dan berkaitan dengan HKI cukup banyak.

“Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan HKI diantaranya UU No 20/2016 tentang Merek, UU No 13/2016 tentang Paten, UU No 28 tentang Hak Cipta, PP No 16/2000 tentang Pencatatan Ciptaan dan Produk Hak Terkait, dan PP 51/2007 tentang Indikasi Geografis. Selain itu ada juga Perpres No 76/2012 tentang Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah terhadap Obat Antiviral dan Antiretroviral,” paparnya.

Sementara Perjanjian internasional di bidang KI yang ditandatangi dan atau diratifikasi/diaksesi oleh Indonesia diantaranya UU No 11/2013 tentang Nagoya Protocol yakni akses pada sumber daya genetik dan pembagian keuntungan yang adil dan seimbang yang timbul dari pemanfaatannya atas konvensi keaneka ragaman hayati.

“Selain itu ada juga UU No 5/1994 tentang Convention on Biological Diversity (CBD) – keaneka ragaman hayati dan Perpres No 92/2017 tentang Madrid Protocol – Pendaftaran Merek Internasional. Intinya kami lebih konsen pada dasar penyusunannya,” kata Daulat yang juga diamini Nofli. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.